Halaman

Powered By Blogger

SELAMAT DATANG DI ZMID

"ZMID" adalah kulasan berita yang berisi tentang Politik dan dunia militer baik dalam maupun luar negeri.

Jumat, 29 Maret 2013

Kementerian PU Bangun Fasilitas untuk TNI di Perbatasan


VIVAnews – Kementerian Pekerjaan Umum dua bulan ke depan akan merampungkan pembangunan dua embung atau tempat penampungan air di Pulau Nipah, Batam, Kepulauan Riau, untuk melayani kebutuhan air bagi 96 TNI Angkatan Laut dan TNI Angkatan Darat yang menjaga pulau tersebut.

Pembangunan embung tersebut dikerjakan selama dua tahun anggaran dengan alokasi masing-masing Rp3,07 miliar pada tahun 2012 dan Rp3,85 miliar pada tahun 2013. “Dua kolam air tersebut sudah hampir rampung dan tinggal menyisakan beberapa penyelesaian akhir,” kata Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, Jumat 29 Maret 2013.

Walaupun konstruksi embung sudah rampung, namun embung-embung ini belum diisi dengan air karena air hujan yang digunakan untuk mengisi embung belum juga turun.

Selanjutnya, Kementerian PU akan membuatkan instalasi penjernihan air berkapasitas 5 liter per detik. Sebagai tahap awal, saat ini instalasi penjernihan berkapasitas produksi hanya 1 liter per detik. Djoko menilai pasokan ini cukup untuk sementara waktu untuk para penjaga pulau seluas 58 hektar tersebut.

Pulau Nipah yang berbatasan dengan Singapura adalah pulau yang dikonservasi pada tahun 2004 hingga 2008. Pulau ini sebenarnya tidak dihuni oleh masyarakat sipil, hanya oleh TNI AL dan TNI AD.

Pada tahun 2013 ini, pengerjaan yang akan dilakukan Kementerian PU adalah pengadaan tiga set sistem pompa kapasitas 5 liter per detik dengan menggunakan tenaga surya, saluran pembawa dan penghubung sepanjang 1.400 meter, tiga buah tangki air kapasitas 5.000 liter, serta pembangunan pagar kolam sepanjang 320,2 meter.


Sumber: Vivanews

Rabu, 27 Maret 2013

TNI AU Uji Coba Rudal Maverick



Situbondo - TNI Angkatan Udara (AU) menguji coba persenjataan canggihnya di pusat latihan tempur Karang Tekok, Situbondo, Rabu (27/3/2013). Salah satunya dengan menembakkan rudal Maverick dari pesawat tempur F-16.

Penembakan rudal maverick yang dapat menembus bungker itu dilakukan dalam sebuah operasi udara TNI AU untuk menghancurkan kekuatan lawan, sebelum melakukan infasi atau penyerbuan. 

"Yang kita laksanakan ini latihan Sikatan Daya tahun 2013. Dalam latihan ini kita mengasumsikan lima operasi TNI AU. Di antaranya operasi serangan udara strategis, dimana kita akan menghancurkan sentral ografiti lawan," kata Masda Agus Supriatna di lokasi titik tinjau (T-12) Puslatpur Karang Tekok Situbondo.

Pangkoops II TNI AU itu menambahkan, jika operasi pertama itu gagal maka akan dilanjutkan dengan operasi lawan udara ofensif. Sasarannya dengan menghancurkan pesawat-pesawat tempur atau apa saja yang dapat mengancam negara Republik Indonesia (RI). Berikutnya baru dilaksanakan operasi pertahanan udara.

"Dalam latihan ini kita akan menghancurkan target yang sudah ditentukan, sesuai dengan kemampuan pesawat yang kita miliki. Alutsista yang kita gunakan ada pesawat F-16 sebagai main bodys atau striker dan akan dikawal oleh skipper pesawat F-5. Daya hancurnya akan dilakukan oleh pesawat-pesawat Sukhoi, Maverick juga akan kita laksanakan dengan menggunakan pesawat F-16," sambung Masda Agus.

Operasi Sikatan Daya adalah operasi serangan udara yang bertujuan untuk menghancurkan pusat kekuatan lawan (OSUS) yang berdampak strategis bagi jalannya peperangan. Sasaran serangan udara ini di antaranya adalah untuk batalnya niat lawan untuk berperang atau menghentikan perang. Selain itu tercapainya kemenangan perang.

Operasi Sikatan Daya diawali dengan pesawat Boeing 737 dengan mengadakan pengintaian udara untuk mendapatkan informasi kekuatan, kemampuan, dan posisi musuh secara akurat. Berikutnya disusul 1 flight pesawat F-16 sebagai striker menyerang kekuatan lawan dengan air to groud missile AGM-65G Maverick yang menggunakan sistem pencari panas (infrared tracking system) terhadap sasaran presisi. Saat bersamaan, satu pesawat F-5 memberikan perlindungan terhadap pesawat penyerang F-16 fighting falcon untuk mengatasi ancaman musuh dari udara.

Disusul berikutnya pesawat Embreyer 319 Super Tucano yang membawa 4 bom MK-81 seberat 250 pound. Bom yang dijatuhkan di lokasi sasaran itu merupakan bom anti personel. Operasi ditutup dengan aksi pesawat Sukhoi 27 SKM dan Sukhoi 30 MKZ yang masing-masing membawa 18 bom OFAB 100 sebagai areal booming. Setelah membombardir kekuatan lawan, TNI AU pun berhasil memenangkan peperangan. Selain Pangkoops II TNI AU Masda Agus Supriatna, latihan tersebut juga disaksikan para petinggi TNI AU lainnya, termasuk sejumlah Komandan Pangkalan Udara.

"Personel yang dikerahkan sekitar 1.650 an personel, baik dari Lanud Hasanuddin, Lanud Iswahyudi, dan Abdurahman Shaleh, serta Paskhas TNI AU. Rencana ke depan, mudah-mudahan sesuai rencana pemerintah kita akan kedatangan pesawat T-50 dari Korea Selatan dan 24 pesawat F-16dari Amerika, serta pesawat-pesawat tanpa awak," pungkas Masda Agus Supriatna.


Sumber: Detiknews

Selasa, 26 Maret 2013

PT DI Sudah Sejajar dengan Produsen Pesawat Airbus


Jakarta - PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dengan Airbus Military baru saja melakukan Joint Development untuk pembagunan pesawat NC212i. Hal ini menandakan bahwa PT DI sudah setara dengan Airbus.

"Hari ini kita tandatangan joint development dengan Airbus Military untuk produksi pesawat NC212i," ucap Direktur Utama PT DI Budi Santoso ketika ditemui di The 12th Langkawi International Maritime & Aerospace Exhibition (LIMA '13), Langkawi, Malaysia, Selasa (26/3/2013).

Dikatakan Budi, penandatanganan tersebut merevisi dari kerjasama pembangunan pesawat yang dulu namanya CASA ini hanya berupa lisensi saat ini menjadi profit sharing.

"Jadinya, produksi NC212i ini tidak lagi di Prancis tetapi di Indonesia. Dengan produksi di Indonesia kita jauh lebih banyak untung karena akan melibatkan banyak tenaga kerja dalam negeri untuk membuat pesawat. Jadi nantinya Airbus sendiri buat NC212i, PT DI juga buat NC212i dengan spesifikasi yang sama," ujarnya.

Walaupun sama-sama produksi pesawat yang sama, PT DI dengan Airbus Military melakukan pemasaran yang berbeda.

"NC 212i buatan PT DI hanya boleh jual di Asia Pasific, kalau Airbus hanya boleh jual di Afrika, Amerika Timur dan Eropa. Tidak bersaing seperti dulu lagi. Banyak manfaatnya dan saat ini jika ada yang coba menyerang PT DI sama saja menyerang Airbus, karena kita sudah sejajar," katanya.


Sumber: Detiknews

Cina Belanja Peralatan Militer ke Rusia

Beijing —Hubungan baik antara Cina dan Rusia tak hanya diwujudkan dalam kunjungan luar negeri perdana Presiden Xi Jinping ke Moskow, akhir pekan lalu. Harian Rakyat milik Partai Komunis Cina kemarin menulis laporan mengenai pembelian satu lusin pesawat jet tempur 24 Su-35 dan empat kapal selam kelas Lada dari Rusia.

»Ini merupakan belanja teknologi militer terbesar Beijing ke Moskow dalam satu dekade terakhir,” tulis harian tersebut. Transaksi yang tidak disebutkan nilainya itu  telah diteken sebelum kunjungan Xi ke Moskow.

Dua kapal selam pesanan Cina akan dibuat di Rusia sedangkan sisanya dibuat di Negeri Tirai Bambu. »Pembelian pesawat tempur itu diharapkan dapat mengurangi tekanan terhadap pertahanan udara Cina,” ujar harian tersebut. Namun hingga berita ini ditulis, belum ada konfirmasi dari kementerian pertahanan Cina.

Selain transaksi peralatan militer, kedua negara juga dikabarkan tengah mengembangkan kerjasama dalam pengembangan teknologi militer. Harian Rakyat Cina mengungkapkan kedua negara kini tengah mengembangkan rudal anti-pesawat jarak jauh S-400, mesin pelontar berdaya besar 117S, kendaraan pembawa pesawat besar IL-476 serta tank IL-78. 

Dalam kunjungannya ke Moskow selama tiga hari, Xi bertemu dengan Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu. Ia kemudian mendapat kehormatan menjadi kepala negara asing pertama yang dapat memasuki pusat kendali angkatan bersenjata Rusia. 

Awal bulan ini, Cina mengumumkan peningkatan anggaran militer sebanyak 10,7 persen menjadi 720,2 miliar yuan pada 2013. Kerjasama ini juga seiring meningkatnya ketegangan di kawasan Laut Cina Timur karena perebutan wilayah antara Cina dan Jepang.


Sumber:  Yahoo

Senin, 25 Maret 2013

TAI and Saab To Desingn Turkey's Indigenous Fighter

Burak Bekdil ANKARA - Hürriyet Daily News
Turkish arms manufacturer TAI has signed a technical assistance deal with Swedish Saab to build a fighter jet, but analysts remain skeptical about the feasibility of an indigenous Turkish fighter
Send to friend »
Share on linkedin
A JAS - 39 Gripen fighter, manufactured by Swedish aerospace and defense company Saab, is seen. Turkish Aerospace (TAI) has signed a preliminary deal with Saab to work on developing a Turkish fighter.

A JAS - 39 Gripen fighter, manufactured by Swedish aerospace and defense company Saab, is seen. Turkish Aerospace (TAI) has signed a preliminary deal with Saab to work on developing a Turkish fighter.
It is no secret that Prime Minister Recep Tayyip Erdoğan has been passionate about two “made in Turkey” vehicles: a car and a fighter aircraft. Interestingly, Turkish officials have found one company that builds both and could help Turkey design and develop indigenous models. Talks with Sweden’s Saab for a Turkish fighter jet are inching forward but industry sources and analysts remain skeptical.

Turkish officials have been in talks with Saab (and with Korean Aerospace Industries) to find the best modality for this ambitious project since 2010 and 2011. In August 2011, the Undersecretariat for Defense Industries (SSM), signed a deal with Turkish Aerospace Industries (TAI) to carry out the conceptual design work for fighter and jet trainer aircraft Turkey hopes to build.

In recent months a Turkish delegation, including SSM officials, visited Saab headquarters and production facilities in Sweden. And more recently, TAI and Saab penned a preliminary agreement for technical assistance which will pave the way for a subsequent support deal. As part of the planned agreement, TAI is expected to acquire Saab’s aircraft design tools.

Designing the first ever Turkish fighter, according to defense analysts, is a necessary but not critical step. “What is crucial here is whether this project would enable Turkey to earn capabilities to successfully integrate avionics, electronics and weapon systems into the chosen platform,” a London-based analyst said.

Saab is the maker of the JAS 39 Gripen, a lightweight single-engine multi-role fighter. It was designed to replace the Saab 35 Draken and 37 Viggen in the Swedish Air Force (Flygvapnet). Saab has cooperated with other aerospace companies in marketing the aircraft internationally, and has achieved moderate success in Central Europe, South Africa and Southeast Asia. More than 240 Gripens have been delivered or ordered.

In 2010, Sweden awarded Saab a four-year contract to improve the Gripen’s equipment, integrate new weapons, and lower its operating costs. In August, Sweden announced it planned to buy 40 to 60 Gripen NG. The Swedish order followed Switzerland’s decision to buy 22 of the E/F variants.

US dependency on fighters

For its fighter program, dubbed the TF-X, Turkey hopes to copy the modality it had devised to co-produce the T-129 attack helicopters with the Italian-British AgustaWestland. “We think this model has worked successfully and could be a template for our fighter program,” said one aviation official. But defense sources here said the program was exposed to the risk of a prolonged conceptual design and this would make the whole project “not very meaningful.”

“Turkey hopes to fly its national fighter by 2023. This is not a realistic target,” said one source. “If the conceptual design work takes about seven to eight years from now on, the technology on which the design will be based would be too old at the production stage. You may need a time machine to efficiently use the aircraft.”

Major weapons makers are also cautious and skeptical. “We wanted to help Turkey out with its ambitions to design and develop its own fighter jet. But we had to step back when we understood that the technical requirements for the aircraft are far from being realistic,” said a top official from a Western aircraft maker.

Another Western defense executive commented: “We have been working with the Turks for decades. And we fear Turkey may end up keeping an arsenal of second-class weapons systems built at home at exorbitant prices.”

Turkey, whose present fighter fleet is made up of U.S.-made aircraft, also plans to buy the F-35 Joint Strike Fighter, a next-generation, multinational program also led by the United States. But Turkish officials say they want to develop another future jet fighter with a country other than the United States to reduce Turkey’s overdependence on Washington.