Halaman

Powered By Blogger

SELAMAT DATANG DI ZMID

"ZMID" adalah kulasan berita yang berisi tentang Politik dan dunia militer baik dalam maupun luar negeri.

Jumat, 25 Januari 2013

Alutsista Buatan Cina Masih Tertinggal Dari Barat

Jet tempur siluman J-31 China
Jet tempur siluman J-31 China

ARTILERI - Sebagian besar senjata/alutsista baru buatan dalam negeri China, mulai dari jet tempur siluman J-31, kapal induk pertama China, helikopter serang WZ-10 dan WZ-19, serta UAV Yilong dipamerkan di China International Aviation and Aerospace Exhibition di Zhuhai Guangdong akhir tahun lalu telah terekspos ke publik.

Banyak media menyebut keberhasilan itu adalah fenomena "ledakan" senjata dalam negeri China. Namun analis juga menilai bahwa China masih memiliki kesenjangan dengan negara-negara maju lainnya, dan babak baru "ledakan" senjata China ini diharapkan akan kembali muncul di masa depan, kata Chen Hu, chief editor dari majalah World Military Affairs.

Chen mengatakan negara-negara asing (terutama barat) sudah lama mengembangkan senjata mereka dan mereka bahkan telah melengkapinya secara substansial, yang berarti bahwa kemajuan China ini hanya mampu memperpendek kesenjangan dengan negara-negara maju, tetapi tetap masih jauh dari mereka. Sebagian besar senjata China diteliti dan dikembangkan secara independen, karena itu butuh lebih banyak upaya yang diperlukan dalam inovasi independen. -Baca juga "China, Kekuatan Udara Baru di Dunia"-

UAV China Yilong
UAV China "Yilong"
Untuk menjawab pertanyaan apakah fenomena "ledakan" tersebut terus eksis dan bisa bertahan berapa lama, Chen mengatakan bahwa itu tergantung dari visi China itu sendiri.

Pertama, mengacu pada fenomena alam yang masih diperlukan dalam pengembangan peralatan militer baru. Beberapa negara asing memulai pengembangan peralatan militer generasi baru berdasarkan situasi saat ini, misalnya pesawat generasi kelima sudah ada dan mereka berusaha untuk mengembangkan pesawat generasi keenam atau jenis pesawat bomber strategis terbaru.

Kedua, mengacu pada lingkungan eksternal. Dengan terjadinya serangkaian peristiwa di sekitar wilayah China yaitu di wilayah laut, China terancam oleh militer besar asing, yang bisa memotivasi China untuk mengembangkan senjata generasi terbaru.

Ketiga, China masih memiliki area kosong di beberapa persenjataan utama dan sebelumnya memiliki kesenjangan lebih dari 20 tahun dari negara-negara maju. Sekarang, berbagai alutsista buatan dalam negeri China telah muncul, ini menyiratkan China mampu mengejar negara-negara yang sudah maju.

Lebih lanjut Chen mengatakan, "Penelitian dan pengembangan peralatan militer harus terus dilakukan, sehingga kita bisa melihat "ledakan-ledakan" senjata buatan China selanjutnya.


Sumber: Artileri

Menhan Harap Indonesia Bisa Buat Rudal Jarak Jauh



Metrotvnews.com, Batam: Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro berharap Rudal C-705 yang dipergunakan untuk Kapal Cepat Rudal (KCR) 40 KRI Beladau 643 dan kapal sejenisnya yang selama ini didatangkan dari China bisa dibuat di Indonesia.

"Kami sedang mengupayakan alih teknologi agar nantinya rudal tersebut bisa diproduksi di dalam negeri," kata Purnomo setelah serah terima KRI Beladau 643 dari PT Palindo Marine Sipyard Batam di Dermaga Selatan Pelabuhan Batuampar, Batam, Kepulauan Riau, Jumat (25/1).

Purnomo mengatakan, bila rudal dengan jarak jelajah hingga 150 kilometer tersebut bisa diproduksi di dalam negeri, banyak keuntungan yang didapat. "Kami tengah berupaya menuju kemandirian alat utama sistem senjata (alutsista) dengan berbagai upaya yang telah dikembangkan didalam negeri. Termasuk pembuatan KCR 40 yang diserahterimakan hari ini," katanya.

Sebagai negara yang besar, kata dia, Indonesia membutuhkan tambahan alutsista baik untuk TNI-AD, TNI-AL, dan TNI-AU. Untuk TNI-AL, kata Purnomo, hingga 2014 akan ada 16 kapal sejenis KRI Beladau 643 yang akan digunakan untuk mengamankan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pembangunan kapal ini merupakan upaya peningkatan alutsista yang tengah dibangun bagi seluruh angkatan. Ia mengatakan produksi alutsista tidak akan berhenti pada KRC. Pemerintah akan terus melengkapi persenjataan TNI dengan beberapa kapal lain. Selanjutnya, akan dibuat kapal perusak dan kapal selam. TNI-AL, kata Purnomo, membutuhkan kapal yang kuat hingga mampu hadir dan mengamankan perairan di laut jauh.

Untuk TNI-AU dan TNI-AD, kata Purnomo, juga akan diserahterimakan beberapa alutsista baru untuk menjaga keamanan NKRI. "Tahun ini anggaran untuk Kementerian Pertahanan dan TNI sekitar Rp81 triliun. Dengan anggaran tersebut, kami akan terus menambah alutsista sesuai dengan kebutuhan secara bertahap," kata Purnomo.

Sumber: Metronews

KRI Beladau 643 Dilengkapi Rudal C-705



KRI Beladau 643 yang 100 persen pembuatannya oleh putra putri terbaik RI di Batam ini dilengkapi sistem persenjataan modern (sewaco/sensor weapon control).
Diantaranya kata Danlanal Batam Kolonel Laut (P) Nurhidayat yakni meriam kaliber 30 mm enam laras sebagai close in weapon system (CIWS) atau sistem pertempuran jarak dekat.
Selain itu, kekhususan senjata kapal yang diproduksi di PT Palindo Marine Shipyard ini adalah keberadaan rudalnya.
“Rudal yang terpasang adalah Rudal C-705 buatan China,” kata Nurhidayat di lokasi peresmian kapal tersebut.
KCR-40 bernama KRI Beladau 643 ini bisa berlayar dengan kecepatan 30 knot dengan sistem propulasi fixed propeller 5 daun.
Kapal perang ini memiliki spesifikasi panjang 44 meter dan lebar 8 meter serta tinggi 3,4 meter.
Se3lain itu pemerintah pusat melalui Kementerian Pertahanan dan Keamanan hingga tahun 2014 nanti berencana mengoperasikan 16 unit kapal cepat rudal tipe 40 atau KCR-40.
Empat unit diantaranya dibangun di Batam oleh PT Palindo Marine Shipyard dan tiga unit telah selesai pengerjaannya bahkan telah dioperasikan oleh jajaran TNI AL.
Harga kapal perang yang dilengkapi sistem persenjataan modern termasuk Rudal C-705 buatan Cina ini sekitar Rp75 miliar per unit.
“Nilai kontrak masing-masing unit kapal cepat rudal ini sekitar Rp75 miliar,” ujar Menteri Pertahanan dan Keamanan RI Purnomo Yusgiantoro disela-sela peresmian KRI Beladau 643 di Batuampar siang tadi.
Pendanaan proyek pengembangan alutsista ini menggunakan sumber pembiayaan pinjaman dalam negeri (PDN) dengan Bank Mandiri.

Sumber:Batampos

Korut Menolak Semua Bentuk Sanksi DK PBB



Mengancam akan meluncurkan kembali ujicoba rudal jarak jauh berhulu ledak nuklir. 

Pemerintah Korea Utara mengancam bakal mengambil tindakan keras jika pihak Korea Selatan ikut terlibat langsung dalam pemberlakuan sanksi PBB. Pengenaan sanksi tersebut dianggap sebagai 'Pernyataan Perang' terhadap pemerintah Pyongyang. 

"Kami menyatakan pembatalan penuh Deklarasi Bersama mengenai Denuklirisasi di Semenanjung Korea, yang disepakati pada 1992 dan dianggap tidak sah secara mutlak," kata Komite untuk Reunifikasi Damai Korea dalam pernyataan.

"Selama Korea Selatan terus-menerus menerapkan kebijakan bermusuhan, Korea Utara tidak akan pernah mau berunding dengan siapa pun," tambah pernyataan tersebut. 

Komite juga menegaskan bahwa negara akan bereaksi terhadap provokasi dengan pukulan-pukulan balasan segera dan perang keadilan bagi reunifikasi nasional.

Hari Selasa yang lalu, Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat menyetujui Resolusi 2087 yang mengharuskan Korea Utara untuk mematuhi semua resolusi yang relevan, yang disetujui oleh Dewan Keamanan dan tidak menggunakan teknologi peluru kendali balistik untuk peluncuran apapun.

Baik Korea Selatan dan Amerika Serikat sendiri, telah berjanji untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh resolusi Dewan Keamanan PBB.

Pihak Korea Utara sendiri secara tegas telah menolak segala macam bentuk sanksi dan berjanji akan meluncurkan kembali program uji coba rudal dan uji coba nuklir. 

Pada bulan Desember tahun lalu, kantor berita resmi Korea Utara (KCNA) telah mengkonfirmasi bahwa negara itu berhasil meluncurkan versi kedua satelit Kwangmyongsong-3.

Setelah peluncuran, Korea Utara membela haknya dengan alasan peluncuran satelit tersebut bertujuan damai dan ditujukan untuk penelitian ilmiah. 


Sumber: Beritasatu

Selasa, 22 Januari 2013

Rheinmetall Defence Receives Order for Malaysian Navy's SGPV


TMX/EO fire control radar (photo : Naval Technology)

Rheinmetall Wins EUR280 M in New Air Defence Orders


The Rheinmetall Group has recently booked a number of important air defence contracts. Malaysia, Kuwait and one other Asian country have all ordered air defence hardware and/or services from the Düsseldorf, Germany-based company, with a total value of around €280 million. The orders encompass solutions for ground, air and naval units.

Rheinmetall will be equipping Malaysia with a total of twelve fire control radars (TMX/EO Mk2) and six electro-optical systems (TMEO Mk2) for six new patrol boats. This is a breakthrough order for a new generation of high-performance systems whose basic components were all developed in-house.


TMEO – Electro-Optical Tracking Module (photo : engineerdir)

Together with spare parts and training, the order also includes a transfer of know-how to Malaysia, which will enable local industry to take an active part in the project. Delivery of the systems will commence in 2015 and continue through to 2020.

The Malaysian Navy’s new “Second Generation Patrol Vessels Littoral Combat Ships” (SGPV LCS), play a significant role in safeguarding regional sea lanes, where piracy poses a major threat to commercial shipping. Fire control technology from Rheinmetall will form a crucial element in the OPV’s shipboard technology, controlling the vessel’s primary and secondary armament. This important order underscores Rheinmetall’s increasing importance as a supplier of advanced technology to the world’s navies.


SGPV frigates photos : Navy Recognition)

One other customer nation in Asia has selected the Oerlikon Skyshield to serve as a stationary air defence system for protecting its air force installations. The recently concluded framework contract encompasses six systems and the accompanying ammunitions and logistics, together with integrated MANPADS for surface-to-air missiles. The project is slated to run for three to four years, with the first delivered scheduled to take place in 2014.

Another major market breakthrough for Rheinmetall’s new generation of gun-based air defence systems, the country’s first-ever purchase of 35mm technology underscores the strategic significance of this order.

Kuwait, too, counts on Rheinmetall expertise for training and instructing its operating crews. Under the rubric of a wide-ranging Kuwaiti armed forces training project, Rheinmetall has been tasked with teaching the country’s air defence personnel to operate Rheinmetall-made air defence assets already in the Kuwaiti inventory.



For many years, Kuwait has deployed 35mm Skyguard systems from Rheinmetall Air Defence to protect critical infrastructure from aerial threats.

The contract runs for three years and also encompasses infrastructure, including the construction of training centres. It has great strategic significance for Rheinmetall, since advanced training based on Rheinmetall standards can be expected to result in the long-term use of Rheinmetall technology in Kuwait.

Rheinmetall is one of the world’s leading makers of advanced short-range air defence systems. In the field of cannon- and guided missile-supported air defence, the company is the market leader and sole single-source supplier of fire control technology, automatic cannon, integrated missile launchers and Ahead ammunition.



On behalf of the German Bundeswehr, Rheinmetall has recently developed the “Mantis” air defence system, which will be fielded shortly. The most advanced system of its kind anywhere, it reliably protects military installations and forward operating bases from rocket, artillery and mortar attacks.

Moreover, when it comes to safeguarding critical civilian infrastructure from the terrorist threat, the Group’s tried-and-tested 35mm Skyshield technology sets the unsurpassed standard worldwide.


Sumber: DS

AS Mulai Angkut Pasukan Prancis ke Mali


REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Amerika Serikat dilaporkan mulai mengangkut tentara Prancis dan peralatan ke Mali sebagai bagian dari bantuan logistiknya kepada pasukan Prancis yang memerangi gerilyawan di Mali utara. 

"Kami telah mulai mengangkut personel militer Prancis dan peralatan dengan pesawat-pesawat ke Bamako dari Istres," kata Benjamin Benson, juru bicara Komando Afrika AS (AFRICOM) seperti dikutip Reuters Selasa (22/1).

Seorang awak kamera Reuters Selasa melihat satu pesawat militer berbendera AS lepas landas dari pangkalan udara Istres di Perancis selatan. Benson mengatakan penerbangan-penerbangan AS telah dimulai Senin, tetapi menolak merinci mengenai jumlah pesawat yang digunakan.

"Kami telah melakukan dua penerbangan hari ini. Satu penerbangan pagi hari dan satu lagi setelah itu. Kami akan terus melakukan operasi-operasi selama dua hari ke depan seperti yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan Prancis bagi pengiriman peralatan itu," katanya.

Juru bicara Angkatan Bersenjata Prancis Thierry Burkhard Senin mengatakan Inggris, Belgia, Kanada dan Denmark siap mengangkut peralatan Prancis.

Benson mengatakan AS juga bekerja sama dengan Prancis menganai masalah-masalah intelijen, tetapi menolak mengatakan apakah pesawat-pesawat tanpa awak juga digunakan.

Paris melakukan operasi militer terhadap para petempur di Mali atas permintaan pemerintah Mali, di tengah-tengah kekhawatiran negara gurun yang luas itu dapat menjadi pangkalan bagi serangan internasional.


Sumber: Republika

Lebih dari 5.000 Tentara Inggris Diberhentikan



Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan akan memberhentikan 5.300 personel tentara sebagai bagian dari kelanjutan pemotongan anggaran.

Inilah pemutusan hubungan kerja (PHK) tahap ketiga di militer Inggris. Pemutusan hubungan kerja pada akhirnya nanti akan menjadikan jumlah personel reguler Angkatan Darat dari sekitar 102.000 orang menjadi 82.000 personel.

"Hari ini Angkatan Darat mengumumkan bidang-bidang yang akan terkena dampak pemutusan hubungan kerja dalam program pemotongan gelombang ketiga; ini meliputi 5.300 personel tentara," kata pejabat Kementerian Pertahanan Mark Francois, Selasa (22/01).

Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan tentara yang sedang bertugas di Afganistan atau mereka yang akan dikirim ke negara itu tidak akan terkena dampak pemotongan.

Lebih lanjut disebutkan pemutusan hubungan kerja tahap ketiga tidak akan mempengaruhi operasi militer Inggris di medan perang saat ini.

"Program pengurangan tidak akan berdampak buruk bagi operasi di Afganistan," tambah Mark Francois.

Tentara Cadangan

Inggris menempatkan sekitar 9.000 tentara di Afganistan menjelang penarikan pasukan pada tahun 2014. Seorang tentara yang tidak mau namanya disebut mengatakan pemutusan hubungan kerja membuat semangat di kalangan tentara rendah.

"Kita menerima kenyataan pemerintah harus menghemat uang tetapi apakah harus mempertaruhkan keamanan negara?"

Pemerintah koalisi pimpinan Konservatif mengumumkan jumlah tentara cadangan akan dilipatgandakan menjadi 30.000 orang sebelum tahun 2018 untuk membantu mengurangi kekurangan personel.


Sumber: Kompas