MALANG,KOMPAS.com — Hingga kini Indonesia hanya
memiliki lebih kurang 30 radar. Kondisi tersebut dinilai rawan terjadi
ancaman dari negara lain. Idealnya, Indonesia minimal harus memiliki 300
radar yang difungsikan. Solusinya, harus digalakkan swasembada radar
untuk Indonesia. Hal tersebut disampaikan ahli radar dari Universitas
Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur, Rudy Yuwono, kepada Kompas.com, Rabu (4/7/2012).
"Sangat
minim Indonesia punya radar. Solusinya, swasembada radar. Hal itu
sebagai upaya untuk memproduksi radar dengan kemampuan anak sendiri yang
saat ini sudah dimulai oleh Asosiasi Radar Indonesia," jelasnya.
Dengan
adanya swasembada radar, kata Rudy, ada beberapa keuntungan yang akan
diperoleh Indonesia, yakni akan bisa menghemat anggaran di bidang
alutsista dan menjaga kerahasiaan yang dimiliki oleh Indonesia, terutama
dalam bidang teknologi. "Ide swasembada radar hadir setelah adanya
embargo militer kepada Indonesia. Pada saat itu Indonesia sudah ingin
membeli alutsista dari Amerika. Tapi karena adanya embargo, kita tidak
bisa membeli alatnya, bahkan semua komponennya," jelas Rudy, yang juga
menjabat Kabid Kegiatan Ilmiah Asosiasi Radar Indonesia (ASRI).
Dari
embargo yang dilayangkan ke Indonesia, di sisi lain menguntungkan
Indonesia. Sebab, dengan embargo itu justru muncul ide untuk memproduksi
radar sendiri. Ide untuk memproduksi radar sendiri itu semakin
ditunjang dengan adanya komponen-komponen yang bisa didapat dengan mudah
di sejumlah daerah di Indonesia. Seperti di Glodok Jakarta, Genteng
Surabaya, dan di Medan.
"Dengan memproduksi radar sendiri, maka
anggaran yang dikeluarkan juga akan lebih sedikit. Jika biasanya
Indonesia membeli radar dengan harga 25 juta dollar AS. Maka, kalau
memproduksi sendiri, jumlah uang yang dikeluarkan akan jauh lebih
sedikit," ujarnya.
Sebagai langkah upaya dalam swasembada radar,
ada beberapa langkah dari ASRI yang saat ini tengah dilakukan, di
antaranya, membantu tumbuhnya industri dalam negeri yang memproduksi
radar dan juga menyediakan forum komunikasi dan pertukaran ide di bidang
radar dan turunannya dengan mengadakan seminar radar nasional setiap
tahun.
Selain itu, agar profesional dalam menciptakan tenaga-tenaga ahli yang mampu memproduksi radar, beber Rudy, diperlukan sebuah school of radar karena jumlah tenaga ahli radar sangat sedikit.
"Indonesia
hanya punya lebih kurang 100 orang tenaga ahli radar. Padahal, radar
yang dibutuhkan oleh Indonesia sangat banyak," katanya.
Dengan berdirinya school of radar, selain bisa mencetak ahli radar, juga bisa mengembangkan teknologi yang lain, seperti teknologi penginderaan jauh.
"Kalau
memakai satelit, maka kandungan yang ada di dalam bumi Nusantara
Indonesia bisa diketahui oleh negara lain. Namun, kalau kita kembangkan
teknologi penginderaan jauh, rahasia kekayaan alam yang dimiliki
Indonesia bisa terjaga," katanya.
Sumber: Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
KOMEN POSITIF "OK"