BEIRUT, KOMPAS.com - Amerika Serikat dan Uni Eropa
menyatakan keprihatinannya atas kondisi politik Lebanon saat ini, usai
aksi bom mobil yang menewaskan kepala badan intelijen Lebanon, Brigjen
Wissam Al-Hassan, pekan lalu.
Akibat tragedi yang menewaskan delapan orang itu, kelompok oposisi Lebanon mendesak agar Perdana Menteri Najib Mikati mengundurkan diri.
Kepala Kebijakan Politik Uni Eropa, Catherine Ashton, pada Rabu (24/10/2012), mewaspadai kemungkinan terjadinya kekosongan kekuasaan di Lebanon.
"Ada kelompok yang berusaha mengalihkan perhatian dari situasi kawasan dengan membuat masalah di Lebanon," demikian Ashton, seperti dikutip kantor berita Lebanon NNA.
Kekhawatiran Ashton ini bersamaan dengan klaim empat anggota parlemen Lebanon dari kelompok oposisi yang menerima pesan pendek dari sebuah nomor telepon Suriah. Isi pesan itu adalah ancaman pembunuhan. Pesan itu diterima sebelum dan sesudah aksi bom mobil pekan lalu.
"Serangan bom itu sangat mengerikan. Kami sangat mengkhawatirkan stabilitas di Lebanon," kata Ashton setelah bertemu PM Najib Mikati.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri AS kembali menegaskan komitmennya untuk membantu pemerintah Lebanon mengusut dalang peledakan bom mobil itu.
"Presiden Michel Suleiman sedang dalam proses pembicaraan dengan semua pihak untuk membentuk pemerintahan baru. Kami sangat mendukung itu," kata juru bicara Kemenlu AS, Victoria Nuland.
"Kami tak ingin melihat kekosongan pemerintahan di Lebanon," Nuland melanjutkan.
Tewasnya, Brigjen Wissam Al-Hassan dikhawatirkan akan menyeret Lebanon ke kancah kekerasan sektarian baru. Di negeri itu, warga Muslim Sunni sangat membenci rezim Bashar al-Assad, sementara warga Syiah sangat mendukung Suriah. Sedangkan, pemeluk Kristen terpecah.
Sejak, tragedi bom mobil itu setidaknya sudah 11 orang tewas akibat aksi baku tembak antara kelompok pendukung dan anti-Suriah di kota pelabuhan Tripoli.
Akibat tragedi yang menewaskan delapan orang itu, kelompok oposisi Lebanon mendesak agar Perdana Menteri Najib Mikati mengundurkan diri.
Kepala Kebijakan Politik Uni Eropa, Catherine Ashton, pada Rabu (24/10/2012), mewaspadai kemungkinan terjadinya kekosongan kekuasaan di Lebanon.
"Ada kelompok yang berusaha mengalihkan perhatian dari situasi kawasan dengan membuat masalah di Lebanon," demikian Ashton, seperti dikutip kantor berita Lebanon NNA.
Kekhawatiran Ashton ini bersamaan dengan klaim empat anggota parlemen Lebanon dari kelompok oposisi yang menerima pesan pendek dari sebuah nomor telepon Suriah. Isi pesan itu adalah ancaman pembunuhan. Pesan itu diterima sebelum dan sesudah aksi bom mobil pekan lalu.
"Serangan bom itu sangat mengerikan. Kami sangat mengkhawatirkan stabilitas di Lebanon," kata Ashton setelah bertemu PM Najib Mikati.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri AS kembali menegaskan komitmennya untuk membantu pemerintah Lebanon mengusut dalang peledakan bom mobil itu.
"Presiden Michel Suleiman sedang dalam proses pembicaraan dengan semua pihak untuk membentuk pemerintahan baru. Kami sangat mendukung itu," kata juru bicara Kemenlu AS, Victoria Nuland.
"Kami tak ingin melihat kekosongan pemerintahan di Lebanon," Nuland melanjutkan.
Tewasnya, Brigjen Wissam Al-Hassan dikhawatirkan akan menyeret Lebanon ke kancah kekerasan sektarian baru. Di negeri itu, warga Muslim Sunni sangat membenci rezim Bashar al-Assad, sementara warga Syiah sangat mendukung Suriah. Sedangkan, pemeluk Kristen terpecah.
Sejak, tragedi bom mobil itu setidaknya sudah 11 orang tewas akibat aksi baku tembak antara kelompok pendukung dan anti-Suriah di kota pelabuhan Tripoli.
Sumber: Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
KOMEN POSITIF "OK"