Dalam MEF yang
dituangkan dalam Renbangkuat TNI AL 2024, dibutuhkan 40 kapal perusak
kawal rudal (korvet, fregat, destroyer), saat ini baru dimiliki 14 kapal
(3 Fatahilah class, 1 KHD, 6 Ahmad Yani class, dan 4 Diponegoro class),
masih diperlukan lagi 26 kapal lagi untuk waktu 12 tahun (photo :
boakesy53)
[SURABAYA]
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan, DPR RI dan TNI Angkatan Laut
(AL) saat ini sedang meninjau proses pembuatan kapal tempur jenis Multi Role
Light Frigate (MRLF) yang ditolak DPR RI.
Ada apa sih,
pemerintah ngotot membeli kapal dari luar negeri, sementara bangsa sendiri
sudah bisa memproduksi kapal perang sendiri?
"TNI AL
memang meminta pembelian kapal Frigate itu, karena kapal itu modern sekali,
bisa untuk serangan bawah air, serangan permukaan air, dan serangan
udara," katanya setelah meresmikan Gedung "Technopark" UPN
Veteran Jatim di Surabaya, Rabu (9/5).
Didampingi
Rektor UPN Veteran Jatim Prof Dr Ir Teguh Soedarto MP, ia mengemukakan hal itu
menanggapi penolakan Komisi I DPR RI untuk pembelian tiga unit kapal tempur
jenis MRLF yang dibuat perusahaan di Inggris itu, karena kapal itu sudah
ditolak oleh Brunei dan Vietnam.
Menurut
Menhan, penolakan suatu negara untuk tidak jadi membeli suatu alutsista itu
memiliki alasan tersendiri, dan alasan penolakan negara itu belum tentu menjadi
alasan negara lain untuk tidak jadi membeli juga.
"Alasan
Brunei tidak jadi membeli itu internal mereka, dan alasan itu belum tentu sama
dengan alasan negara lain, karena itu sekarang ada tim dari DPR RI dan TNI AL
yang meninjau langsung proses pembuatan kapal itu," tukasnya.
Bahkan,
katanya, bila kapal frigate itu sudah dibeli pun, tetap harus melalui mekanisme pengawasan dan
pengendalian yang ketat. "Jadi, kita tidak hanya membeli, tapi di sisi
lain akan ada tim yang melakukan pengawasan dan pengendalian itu,"
tuturnya.
Sebelumnya,
Pemerintah Brunei mencium ada aroma penggelembungan anggaran dalam pengadaan
kapal itu dan spesifikasi juga diturunkan, sehingga Sultan Brunei tidak mau
membayar, namun perusahaan Inggris BAE akhirnya memperkarakan Brunei ke
Arbitrase Internasional pada 2007, sehingga Brunei pun terpaksa membayar.
Menanggapi
protes DPR itu, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Soeparno mengatakan,
TNI AL memang memerlukan tambahan armada untuk menjaga wilayah perbatasan laut
Indonesia.
"Soal
masalah teknis yang dialami oleh kapal perang ini, silakan DPR menyiapkan tim
teknis untuk mengetes kapal tersebut. Kata orang kalau tidak percaya silakan
dicoba. Apa benar miring atau tidak," ujarnya dalam rapat kerja dengan
Komisi DPR RI pada beberapa waktu lalu. [Ant/L-8]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
KOMEN POSITIF "OK"