NOUAKCHOTT - Ini bisa menjadi kasus salah
tembak paling ‘dahsyat’ di dunia. Presiden Mauritania Mohamed Ould Abdel
Aziz tidak sengaja terkena tembakan tentaranya sendiri. Akibat insiden
ini, Abdel Aziz terpaksa diterbangkan ke Prancis untuk menjalani
perawatan medis atas luka tembakan di bagian perutnya.
Menurut AFP
dikutip Senin (15/10), tokoh 55 tahun itu baru pulang dari acara
liburan akhir pekan. Sebuah unit tentara Mauritania dilaporkan menembaki
konvoi kendaraan pemenang Pilpres Afrika Barat pada Juli 2009 itu Sabtu
(13/10). Rombongan Abdel Aziz saat itu hendak kembali menuju
Nouakchott, ibu kota Mauritania. Insiden penembakan terhadap tokoh yang
pernah dua kali memimpin kudeta di Mauritania (saat menggulingkan
Presiden Maaouya Ould Sid’Ahmed Taya pada Agustus 2005 dan menjatuhkan
Presiden Sidi Ould Cheikh Abdallahi pada Agustus 2008) itu terjadi
ketika rombongannya berada sekitar 40 kilometer utara ibu kota.
Minggu
(14/10) Abdel Aziz diterbangkan ke Prancis untuk mendapatkan perawatan
khusus atas luka-lukanya setelah peluru menembus lengannya. Sehari
sebelumnya, tokoh yang masa jabatannya berakhir pada 2014 tersebut telah
menjalani operasi di rumah sakit di Mauritania.
Sebelum
terbang ke Prancis, Abdel Aziz sempat tampil di televisi untuk
berbicara kepada publik sambil terbaring di ranjang rumah sakit tempat
dia dirawat sebelumnya. Saat itu, dia menuturkan bahwa operasi yang
dijalaninya setelah insiden penembakan berjalan baik dan sukses.
"Saya
ingin menegaskan kembali mengenai kesehatan saya setelah insiden itu.
Penembakan tersebut terjadi akibat kesalahan sebuah unit militer,"
jelasnya di televisi. "Tapi, Alhamdulillah, tidak ada masalah yang
berarti pada diri saya," tambahnya.
Pemerintah
Mauritania juga berupaya meredam polemik terkait penembakan tersebut.
Menteri Komunikasi Hamdi Mahjoub menyebut bahwa presiden hanya mengalami
luka ringan. Menurut dia, insiden tersebut tidak disengaja dan terjadi
akibat ketidaktahuan tentara yang berjaga.
"Terjadi
insiden penembakan pada konvoi presiden saat kembali ke ibu kota.
Sebuah unit tentara tidak tahu bahwa konvoi itu adalah rombongan
presiden," terang Mahjoub melalui siaran televisi.
Namun, sumber militer Mauritania menuturkan kepada Agence France-Presse
bahwa tembakan tersebut memang sengaja menarget presiden. Abdel Aziz
memimpin negara di Afrika Barat tersebut setelah melancarkan kudeta
militer. Kudeta pada 2008 terjadi setelah dia dipromosikan sebagai
perwira tinggi pada pasukan keamanan kepresidenan.
Sumber
itu tidak menyebut secara jelas di mana peluru bersarang di tubuh Abdel
Aziz. Namun, dia menegaskan bahwa tak ada organ vital presiden yang
terganggu hingga membahayakan nyawanya. Abdel Aziz pun diterbangkan ke
Paris, Prancis, setelah menjalani operasi pengangkatan proyektil peluru
di tubuhnya.
Sejumlah media di Nouakchott
melansir kabar simpang siur mengenai penembakan tersebut. Sebagian
menyebut peluru menembus lengan Abdel Aziz. Sebagian lainnya menyatakan
bahwa peluru bersarang di bagian perutnya.
Sumber
militer lainnya mengatakan bahwa Abdel Aziz terkena tembakan di bagian
lengannya ketika pulang dari Tweila, sekitar 40 kilometer dari ibu kota.
Pelaku yang saat itu berada di dalam mobil menodongkan senjatanya ke
arah presiden. Namun, dia tidak menyebut identitas penembak maupun motif
penembakan.
Mauritania terus mengalami
pergolakan politik setelah kudeta militer pada 2008. Anggota parlemen
dari oposisi menuding bahwa Abdel Aziz mengingkari kesepakatan Dakar
sehingga dia terpilih sebagai presiden pada 2009. Oposisi menginginkan
sebuah pemerintahan transisi untuk mengambil alih kekuasaan dari Abdel
Aziz yang dianggap sebagai pemimpin zalim. Mereka menuntut pemerintahan
baru untuk menyelesaikan krisis terkait kemiskinan, angka pengangguran
tinggi, perbudakan, dan pelanggaran HAM di Mauritania.
Abdel
Aziz, yang juga mantan jenderal itu, telah berkali- kali menolak mundur
meski diserang berbagai aksi protes dari oposisi. "Saya tidak akan
mundur dan melepaskan kekuasaan. Sebab, saya yakin bahwa di alam
demokrasi, perubahan harus dilakukan melalui kotak suara," tegas Abdel
Aziz pada Agustus lalu.
Dia juga memimpin
kampanye militer untuk melawan kelompok militan Al Qaeda di wilayah
Maghribi (AQIM). Presiden 55 tahun tersebut juga telah beberapa kali
menjadi target pembunuhan anggota AQIM meski gagal. AQIM, yang berakar
pada kelompok radikal Aljazair dan berdiri pada akhir 1990-an, secara
formal mengadaptasi ideologi Al Qaeda pada 2007. Namun, setelah
menjalankan operasi penyerangan atas sejumlah tokoh penting, tentara
Aljazair memerangi mereka untuk membatasi pergerakannya.
Kelompok
itu bangkit setelah terjadi pergolakan politik di Mali yang berujung
pada kudeta pada Maret lalu. Setelah itu, kelompok garis keras tersebut
menguasai sebagian wilayah di utara Afrika.
Sumber: Surabayapost
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
KOMEN POSITIF "OK"