Washington (ANTARA
News) - Amerika Serikat menuduh China meningkatkan tensi kawasan setelah
membangun garnisun militer baru di Laut China Selatan.
China mengumumkan pekan lalu bahwa negara itu sedang membangun kota kecil Sansha dan satu garnisun di pulau dalam rangkaian Kepulauan Paracel yang disengketakan itu, menyebabkan kemarahan Vietnam dan Filipina yang menuduh Beijing melakukan intimidasi.
"Kami prihatin dengan peningkatan tensi di Laut China Selatan dan sedang memantau situasi dengan cermat," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Patrick Ventrell, dalam pernyataannya.
"Secara khusus, peningkatan tingkat administrasi kota Sansha oleh China dan pembangunan garnisun militer baru di sana meliputi wilayah sengketa Laut China Selatan bertentangan dengan upaya diplomatik bersama untuk menyelesaikan kembali perbedaan dan resiko ketegangan meningkat lebih jauh di kawasan tersebut," katanya.
Ventrell juga menunjuk kepada "retorika konfontratif" dan insiden di laut tersebut dengan mengatakan, " Amerika Serikat mendesak semua pihak mengambil langkah untuk meredakan ketegangan."
China secara terang-terangan mengatakan negaranya menguasai sebagian besar Laut China Selatan. Namun Brunei, Malaysia, Taiwan, Filipina, dan Vietnam semuanya mengklaim bagiannya. Vietnam dan Filipina menuduh China melakukan pelecehan di laut itu.
Amerika Serikat menggalang negara-negara Asia Tenggara dan memperluas hubungan militer dengan Filipina dan Vietnam. Presiden Barack Obama memutuskan mengirim Angkatan Laut ke Australia dalam rangka menunjukkan kedigdayaan AS lebih jauh di Asia.
Robert Manning, seorang rekan senior di Dewan Atlantik dan mantan ahli strategi pemerintahan AS, mengatakan China telah menetapkan garnisun sebagai cara melawan fokus militer AS di Asia akhir-akhir ini.
"Yang pasti, China sangat sadar bahwa pemaksaan itu tidak diterima dengan baik di Asia Timur, dan cenderung membawa negara-negara yang lebih kecil memihak kepada AS untuk menyeimbangkan diri dengan China." tulis Manning dalam essai yang dikeluarkan organisasi miliknya.
"Namun Beijing akan berhitung meskipun postur militer AS lebih kuat di wilayah itu," tulisnya.
China mengumumkan pekan lalu bahwa negara itu sedang membangun kota kecil Sansha dan satu garnisun di pulau dalam rangkaian Kepulauan Paracel yang disengketakan itu, menyebabkan kemarahan Vietnam dan Filipina yang menuduh Beijing melakukan intimidasi.
"Kami prihatin dengan peningkatan tensi di Laut China Selatan dan sedang memantau situasi dengan cermat," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Patrick Ventrell, dalam pernyataannya.
"Secara khusus, peningkatan tingkat administrasi kota Sansha oleh China dan pembangunan garnisun militer baru di sana meliputi wilayah sengketa Laut China Selatan bertentangan dengan upaya diplomatik bersama untuk menyelesaikan kembali perbedaan dan resiko ketegangan meningkat lebih jauh di kawasan tersebut," katanya.
Ventrell juga menunjuk kepada "retorika konfontratif" dan insiden di laut tersebut dengan mengatakan, " Amerika Serikat mendesak semua pihak mengambil langkah untuk meredakan ketegangan."
China secara terang-terangan mengatakan negaranya menguasai sebagian besar Laut China Selatan. Namun Brunei, Malaysia, Taiwan, Filipina, dan Vietnam semuanya mengklaim bagiannya. Vietnam dan Filipina menuduh China melakukan pelecehan di laut itu.
Amerika Serikat menggalang negara-negara Asia Tenggara dan memperluas hubungan militer dengan Filipina dan Vietnam. Presiden Barack Obama memutuskan mengirim Angkatan Laut ke Australia dalam rangka menunjukkan kedigdayaan AS lebih jauh di Asia.
Robert Manning, seorang rekan senior di Dewan Atlantik dan mantan ahli strategi pemerintahan AS, mengatakan China telah menetapkan garnisun sebagai cara melawan fokus militer AS di Asia akhir-akhir ini.
"Yang pasti, China sangat sadar bahwa pemaksaan itu tidak diterima dengan baik di Asia Timur, dan cenderung membawa negara-negara yang lebih kecil memihak kepada AS untuk menyeimbangkan diri dengan China." tulis Manning dalam essai yang dikeluarkan organisasi miliknya.
"Namun Beijing akan berhitung meskipun postur militer AS lebih kuat di wilayah itu," tulisnya.
Sumber: ANTARAnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
KOMEN POSITIF "OK"