Jet Tempur TNI AU penjaga kewibawaan udara NKRI |
Kalau
boleh jujur kita hendak mengatakan bahwa titik kritis dalam
kesinambungan perkuatan alutsista TNI terletak pada pergantian
pemerintahan tahun 2014. Dengan pergantian Presiden termasuk rombongan
kabinet koalisinya, staf khusus dan staf ahli sudah pasti berganti
figur. Titik kritis inilah yang perlu kita cermati agar jangan sampai
kita meneruskan predikat yang selalu menempel selama ini yaitu ganti
pimpinan ganti kebijakan. Termasuk juga yang perlu dicermati secara
intelijen adalah kemungkinan adanya intervensi pihak luar lewat figur
pimpinan RI mendatang agar MEF TNI hanya sampai tahun 2014. Cukup satu
episode saja.
Kita
harus menyikapi kondisi dinamis yang terbentang di sekitar halaman
rumah kita seperti gesekan militer di Laut Cina Selatan, klaim Ambalat,
perkembangan militer Cina dan India yang demikian pesat, peningkatan
kekuatan militer AS di Darwin, Singapura dan Kokos. Oleh
sebab itu sudah selayaknya kita tidak bisa lagi bermain-main di wilayah
inkonsistensi dalam membangun postur TNI karena kekuatan TNI itu adalah
nilai nur kewibawaan dan martabat untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI.
Selain pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan, pertumbuhan
kekuatan militer sebuah negara haruslah berjalan dengan irama yang
setara.
Pertumbuhan
ekonomi kita selama ini berjalan baik, pendapatan per kapita meningkat
jelas. PDB kita yang terbesar di ASEAN, cadangan devisa kita diatas US$
100 milyar. RI merupakan kekuatan ekonomi nomor 16 di dunia, itu
sebabnya kita masuk kelompok G20. Nah beberapa indikator ekonomi ini
menjadi catatan bahwa pertumbuhan kekuatan militer juga harus digerakkan
seirama dengan gerak maju ekonomi kita. Dunia juga mengakui bahwa
ekonomi kita memiliki kekuatan dan daya tahan pada setiap krisis ekonomi
dunia. Hanya saja kita selalu terpengaruh dengan opini-opini yang
dilontarkan beberapa pengamat ekonomi lewat media yang “itu-itu” saja,
selalu sinis dengan pencapaian yang diperoleh pemerintah.
Figur
presiden pasca 2014 boleh berbeda kebijakan untuk sektor-sektor lain.
Namun sangat diharapkan bisa meneruskan kesinambungan perkuatan TNI
sampai tahun 2019 dan seterusnya karena MEF I yang akan selesai tahun
2014 sejatinya baru menambal sulam kekuatan alutsista seperti mengganti
skuadron yang grounded, kapal perang yang sudah tua, dan meriam renta di
batalyon jompo. MEF I barulah berupa tunas muda dari tumbuhnya
kekuatan yang diinginkan. Sangat ironis ketika tunas muda itu tumbuh
lalu dibiarkan kering dan merana lagi.
Howitzer Caesar segera mengisi alutsista TNI AD |
Mengapa
baru disebut tunas muda karena sesungguhnya pada tahun 2014 kekuatan
alutsista kita belum mampu berjalan langkah tegap melainkan baru mulai
berdiri dan berjalan. Dibanding dengan Singapura saja kekuatan militer kita belum mampu mengimbangi baik dari sisi kualitas dan kuantitas. Kita
hanya menang jumlah pasukan padahal di masa mendatang keunggulan
teknologi alutsista dan integrasinya menjadi penentu kemenangan militer
sebuah negara. Contohnya kita masih belum punya pesawat AEW (peringatan
dini). Kemudian
performansi kapal perang kita belum bisa dikatakan memuaskan apalagi
cum laude baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Demikian juga dengan kekuatan skuadron tempur yang baru punya 1 skuadron Sukhoi sebagai barometer kekuatan udara.
Rentang
wilayah RI yang harus dijaga bukanlah sebuah rumah kecil melainkan
sebuah rumah gadang yang kaya dan bergengsi. Rumah kita kaya dengan
sumber daya alam dan bergengsi karena berada dalam posisi menentukan
bagi lalulintas perekonomian Asia Timur, Asia Tenggara, Australia dan
Timur Tengah. Nah wilayah kedaulatan kita ini tentu harus punya satpam
yang kuat dan sekaligus disegani. Banyak orang punya pikiran skeptis
dan lalu menyederhanakan masalah misalnya dengan analogi mengatakan
tidak perlu kehadiran satpam yang kuat di sebuah kompleks perumahan
karena ketika tidak terjadi gangguan keamanan seakan-akan fungsi satpam
itu tidak ada. Padahal justru kehadiran Satpam itu di kesehariannya
mampu melumpuhkan dan mementahkan niat orang yang hendak berbuat jahat,
apalagi kalau satpamnya banyak dan dilengkapi dengan senjata yang
mumpuni.
MEF
tahap II periode 2015-2019 merupakan tahapan penting karena didalamnya
ada planning pertumbuhan kekuatan yang diniscayakan mampu meninggikan
harkat dan kewibawaan kedaulatan NKRI. Belanja alutsista dengan
dukungakn PDB dan Purchase Power (APBN) diyakini akan lebih baik dari
anggaran MEF tahap I. Itulah sebabnya secara finansial mestinya tidak
ada bottle neck yang menyumbat. Kita meyakini dan mewanti-wanti
kebijakan pemerintahan yang baru nanti akan menjadi penentu nyaman
tidaknya kelanjutan pembangunan postur militer RI.
Super Tucano Agustus 2012 tiba di Lanud Malang |
Jauh-jauh
hari kita mengumandangkan harapan agar siapa pun yang terpilih sebagai
orang nomor 1 di negeri ini tetaplah konsisten melanjutkan serial MEF
dengan mata hati yang jernih. Ini
untuk menunjukkan pada nilai konsistensi bahwa membangun kekuatan
militer itu tidak bisa dilakukan sepotong-sepotong dan sejenak saja atau
berdasarkan selera dan gaya masing-masing. Kita lihat Cina dan India yang begitu konsisten membangun kekuatan militernya selama 10 tahun terakhir. Meskipun
berganti pemerintahan namun program modernisasi di kedua negara
tersebut berjalan terus dan bahkan meningkat dari tahun ke tahun.
Membangun
postur kekuatan militer bukanlah untuk berlagak sikap atau menantang
perang dengan negara lain. Postur kekuatan militer sangat diperlukan
dalam perjuangan eksistensi bangsa dengan segala harta yang dimiliki.
Harta kebanggaan RI yang bernilai tinggi adalah sumber daya alam yang
berlimpah apakah itu sumber daya alam darat atau sumber daya alam laut.
Pengelolaan sumber daya kelautan yang terbarukan saja jika mampu
dikelola dengan manajemen usaha dan birokrasi yang baik mampu
menghasilkan puluhan trilyun rupiah per tahun. Belum lagi sumber daya
kelautan yang tak terbarukan sebagaimana yang tersimpan di Natuna,
Ambalat dan Arafuru.
Militer
yang kuat juga akan mampu menjadi kekuatan bargaining dan kewibawaan
dalam diplomasi antar negara. Karena sesungguhnya kekuatan militer
adalah payung untuk menjalankan diplomasi atau hubungan antar negara
berdasarkan prinsip kesetaraan yang bermartabat. Lebih dari itu negara
yang memiliki militer yang kuat diyakini mampu membawa kebanggaan dalam
perjalanan bangsa. Tetapi ini tentu saja harus setara dengan
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyatnya. Jangan
sampai ada analogi yang menyindir ketika sebuah rumah besar dan kaya
kemalingan. Selidik punya selidik ternyata jendelanya tidak punya
teralis besi. Nah setelah kemalingan barulah si empunya rumah memberi
teralis pada jendelanya. Ini namanya rugi dua kali, rugi karena
kemalingan dan rugi karena terlambat memberi teralis pada jendelanya.
Apakah kita mau seperti itu ?
Sumber : Analisis
Justru itu kita dalam pilpres 2014 ini harus memilih figur yang paham tentang militer, yang tegas jujur dan berani dan tidak mudah tunduk dengan tekanan tekanan asing yang selalu merong rong ke wibawaan bangsa Indonesia,,,
BalasHapusJustru itu kita dalam pilpres 2014 ini harus memilih figur yang paham tentang militer, yang tegas jujur dan berani dan tidak mudah tunduk dengan tekanan tekanan asing yang selalu merong rong ke wibawaan bangsa Indonesia,,,
BalasHapus