INILAH.COM, Jakarta - Indonesia kini sudah jauh berkembang.
Bahkan sudah mulai dilirik sektor industri militer dunia. Bukan sebagai
konsumen, melainkan produsen. Benarkah?
Teknologi militer
untuk pertahanan dan keamanan tidak lagi didominasi Amerika dan Eropa.
Kini Indonesia pun sudah memproduksi persenjataan militer buatan anak
bangsa.
Di penghujung Maret 2012 lalu, sebanyak 50 roket R-Han 122
diluncurkan di Pusat Latihan Tempur TNI Angkatan Darat Baturaja,
Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatra Selatan.
Wakil Menteri
Pertahanan dan Keamanan Sjafrie Sjamsoeddin, Deputi Bidang Relevansi dan
Produktivitas Riset Kementerian Ristek Iptek Teguh Rahardjo, Wakil
Gubernur Sumatra Selatan Eddy Yusuf, Pangdam II/Sriwijaya Mayor Jenderal
Nugroho Widyotomo, dan Komandan Kodiklat TNI-AD Letnan Jenderal Gatot
Numantyo ikut hadir dalam peristiwa bersejarah itu karena untuk pertama
kalinya diluncurkan roket militer buatan Indonesia.
Peluncuran
roket berlangsung mulus. Roket R-Han 122 ini merupakan pengembangan
roket sebelumnyam D-230 tipe RX 1210 yang dikembangkan Kementerian Riset
dan Teknologi, yang memiliki kecepatan maksimum 1,8 mach.
Perjalanan
lahirnya roket militer R-Han 122 ini pun cukup panjang. Berawal pada
2007 saat Kementerian Riset dan Teknologi membentuk Tim D230 untuk
mengembangkan roket berdiameter 122 mm dengan jarak jangkau 20
kilometer.
Prototipe roket D-230 ini dibeli Kementerian Pertahanan
dan Keamanan untuk memperkuat program seribu roket. Maka pemerintah
membentuk Konsorsium Roket Nasional dengan ketua konsorsium PT
Dirgantara Indonesia (DI), sebagai wadah memasuki bisnis massal.
Ketua
Program Roket Nasional Sonny R Ibrahim menjelaskan rencana pembuatan
roket secara massal sudah ada sejak 2005. Namun, baru dikembangkan roket
D-230 pada 2007 hingga terbentuk konsorsium tersebut. Dalam konsorsium itu beranggotakan sejumlah industri strategis yang mengerjakan bermacam komponen roket.
"Kami
ditunjuk sebagai ketua konsorsium. Kami tinggal meminta kepada
perusahaan-perusahaan itu untuk membuat ini itu untuk komponen roket.
Kemudian dirancang di PT DI," jelas Sonny.
Disebutkannya di dalam
konsorsium terdapat PT Pindad yang mengembangkan launcher dan firing
system dengan menggunakan platform GAZ, Nissan, dan Perkasa yang sudah
dimodifikasi dengan laras 16/ warhead dan mobil launcher (hulu ledak).
Kemudian PT Dahana menyediakan propellant.
PT Krakatau Steel mengembangkan material tabung dan struktur roket. PT
Dirgantara Indonesia membuat desain dan menguji jarak terbang. Pendukung
lainnya seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
turut mendukung dengan menyediakan alat penentu posisi jatuh roket.
ITB
menyediakan sistem kamera nirkabel untuk menangkap dan mengirim gambar
saat roket tiba di sasaran. Sejumlah perguruan tinggi lainnya, yakni
UGM, ITS, Universitas Ahmad Dahlan, dan Universitas Suryadharma, ikut
terlibat di dalam pengembangan roket tersebut. Nama D-230 kemudian
diganti menjadi R-Han 122 karena sudah dibeli Kementerian Pertahanan.
Sistem
isolasi termal untuk membuat roket militer tidaklah mudah. Para periset
beberapa kali melakukan uji coba hingga menemukan kesempurnaan pada
roket R-Han 122 itu. Dijelaskan Sonny, pada 2003 para periset
menggunakan material kritis dengan ketebalan baja 1,2 mm, tetapi produk
justru cepat jebol. "Tahun itu tahun jebol karena roket-roket yang diuji
rusak atau jebol."
Kemudian para peneliti mulai memperbaiki
sistem isolasi termal. Saat roket meluncur sempurna dibutuhkan suhu
3.000 derajat Celcius. Pembakaran dengan menghasilkan suhu tinggi bisa
berakibat fatal apabila sistem isolasi termal tidak bekerja dengan baik.
Karena itu, di ruang isolasi termal diberi karet atau polimer yang bisa
menghambat panas.
Untuk material roket, dipilih bahan yang
ringan, yakni aluminium, karena bisa menghambat panas.
Perubahan-perubahan itu ternyata menghasilkan roket yang tidak pernah
rusak saat diujicobakan.
"Karena termalnya bekerja cukup baik,
roket itu bisa terbang tepat sasaran dan tidak pernah rusak selama uji
roket," imbuh Sonny. R-Han 122 berfungsi sebagai senjata berdaya ledak optimal dengan sasaran darat dan jarak tembak sampai 15 km.
Sebelumnya
PT Pindad telah memproduksi panser yang merupakan hasil pengembangan
riset dari BPPT sejak 2003. PT Pindad meneruskan hasil riset BPPT
khususnya untuk panser Angkut Personel Sedang (APS). PT Pindad dan BPPT
akhirnya mengembangkan riset APS-1 sampai ke APS-3. Pada APS-3 ini punya
kemampuan bermanuver di darat, perairan dangkal dan danau.
Pengembangan
riset tersebut akhirnya menghasilkan varian 4X4 dan disempurnakan untuk
diaplikasikan kemampuan amfibinya pada varian 6x6. Ujicoba panser APS-3
ini dilakukan awal 2007 dan pada 10 Agustus 2008 bertepatan dengan Hari
Kebangkitan Teknologi Nasional.
Kementerian Pertahanan memberi
nama APS3-ANOA. Sejak itu Pindad memproduksi 10 panser pertama APS-3
ANOA. Dalam perkembangannya, Pindad terus mengeluarkan seri-seri terbaru
APS-3 ANOA ini.
Selain varian kombatan, ANOA juga memiliki varian
lain seperti untuk angkut medis, logistik, armored recovery vehicle
(penderek ranpur yang sedang mogok) dan varian mortir.Sumber
Saat ini
Kementerian Pertahanan telah memesan 100 panser ANOA yang ternyata
disukai negara-negara tetangga. Salah satunya Malaysia yang sudah
berminat membeli sejumlah panser ANOA dari PT Pindad.
Dan tak
kalah penting, panser buatan Indonesia ini juga dipakai untuk
kelengkapan persenjataan Pasukan Perdamaian PBB di Lebanon.
Sumber: Inilah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
KOMEN POSITIF "OK"