TAIPEI: Taiwan
untuk pertama kalinya mengerahkan rudal-rudal jelajah yang mampu
menyerang markas-markas militer penting di sepanjang pantai tenggara
China dataran. Rudal ini diketahui memiliki jangkauan hingga 500 km.
Seperti diungkapkan oleh seorang pejabat militer setempat kepada Liberty Times dan dilansir oleh AFP, Senin (28/5/2012), rudal buatan asli Taiwan ini diberi nama Hsiungfeng 2E atau Brave Wind. Produksi massal rudal ini telah selesai dan akan segera digunakan.
Pihak Kementerian Pertahanan Taiwan sendiri enggan berkomentar banyak soal hal ini. Namun, ulasan Liberty Times menyebutkan bahwa proyek produksi rudal ini menghabiskan biaya sekitar 30 miliar dolar Taiwan atau sekitar Rp 9,5 triliun.
Produksi massal ini dilakukan demi mengantisipasi militer China yang diyakini memiliki lebih dari 1.600 rudal yang siap diluncurkan, terutama ke wilayah Taiwan.
"Sampai batas tertentu, persenjataan bisa menjadi alat penghalang. Dalam kasus perang di Selat Taiwan, rudal bisa digunakan untuk menyerang bandara dan markas militer lainnya milik militer China, People's Liberation Army," terang editor-in-chief Liberty Times, Kevin Cheng, kepada AFP.
Liberty Times memperkirakan, ada lebih dari 100 rudal Hsiungfeng 2E yang diarahkan ke wilayah China.
Ketegangan di wilayah Selat Taiwan mulai berkurang sejak Ma Ying-jeou terpilih menjadi Presiden Taiwan pada tahun 2008 lalu. Ma yang merupakan pemimpin Kuomintang, dikenal dekat dengan pihak China. Ma kembali terpilih sebagai Presiden Taiwan dan memulai masa jabatan keduanya sejak Januari lalu. Di bawah kepemimpinan Ma, perdagangan dengan China meningkat dan lebih banyak turis China yang diperbolehkan berkunjung ke Taiwan.
Namun demikian, China masih saja menolak untuk mengesampingkan kemungkinan serangan militer ke wilayah Taiwan, demi mengambil alih kembali pulau tersebut.
Seperti diungkapkan oleh seorang pejabat militer setempat kepada Liberty Times dan dilansir oleh AFP, Senin (28/5/2012), rudal buatan asli Taiwan ini diberi nama Hsiungfeng 2E atau Brave Wind. Produksi massal rudal ini telah selesai dan akan segera digunakan.
Pihak Kementerian Pertahanan Taiwan sendiri enggan berkomentar banyak soal hal ini. Namun, ulasan Liberty Times menyebutkan bahwa proyek produksi rudal ini menghabiskan biaya sekitar 30 miliar dolar Taiwan atau sekitar Rp 9,5 triliun.
Produksi massal ini dilakukan demi mengantisipasi militer China yang diyakini memiliki lebih dari 1.600 rudal yang siap diluncurkan, terutama ke wilayah Taiwan.
"Sampai batas tertentu, persenjataan bisa menjadi alat penghalang. Dalam kasus perang di Selat Taiwan, rudal bisa digunakan untuk menyerang bandara dan markas militer lainnya milik militer China, People's Liberation Army," terang editor-in-chief Liberty Times, Kevin Cheng, kepada AFP.
Liberty Times memperkirakan, ada lebih dari 100 rudal Hsiungfeng 2E yang diarahkan ke wilayah China.
Ketegangan di wilayah Selat Taiwan mulai berkurang sejak Ma Ying-jeou terpilih menjadi Presiden Taiwan pada tahun 2008 lalu. Ma yang merupakan pemimpin Kuomintang, dikenal dekat dengan pihak China. Ma kembali terpilih sebagai Presiden Taiwan dan memulai masa jabatan keduanya sejak Januari lalu. Di bawah kepemimpinan Ma, perdagangan dengan China meningkat dan lebih banyak turis China yang diperbolehkan berkunjung ke Taiwan.
Namun demikian, China masih saja menolak untuk mengesampingkan kemungkinan serangan militer ke wilayah Taiwan, demi mengambil alih kembali pulau tersebut.
Sumber : Detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
KOMEN POSITIF "OK"