ANALISIS: Kondisi
di Laut Cina Selatan (LCS) setahun belakangan ini menjadi catatan
stabilo merah bagi hampir semua negara ASEAN. Hal itu disebabkan oleh
makin benderangnya kehadiran kapal-kapal angkatan laut Cina baik yang
memakai kamuflase kapal niaga atau kapal nelayan maupun jelas-jelas
postur kapal perang. Sangat
diyakini jua bahwa beberapa kapal selam Cina dan AS melakukan patroli
bawah laut dan melakukan operasi intelijen di perairan strategis dan
kaya itu.
Cina
sudah lebih dari duapuluh tahun lalu mengumumkan peta lidah naga, bahwa
kawasan LCS merupakan wilayah teritorinya sejak jaman sebelum masehi.
Namun selama waktu itu tidak ada gesekan militer karena wajah Cina masih
imut-imut alias malu-malu kucing alias tahu diri karena kemampuan
militernya belum setaraf ofensif. Kekuatan militer Cina yang mulai
tumbuh taring dan semburan naganya beberapa tahun terakhir ini merupakan
cikal bakal terjadinya ketidaknyamanan memandang peta LCS dengan
banyaknya pergerakan militer berbagai negara.
Itu
sebabnya mengapa AS tidak membolehkan situasi ini menjadi tanpa payung
sehingga diperlukan pergeseran kekuatan militer ke kawasan Asia
Tenggara. Memang jika dikumpulkan seluruh kekuatan militer ASEAN belum
mampu mengimbangi kekuatan milter Cina yang tahun 2020 nanti menjelma
menjadi sosok naga yang siap menghamburkan api dan panas konflik,
setidak-tidaknya untuk menakut-nakuti. Padahal diantara 10 negara ASEAN
ada juga yang pro Cina seperti Myanmar, Laos dan Kamboja yang juga tak
punya konflik teritori di LCS.
Kawasan LCS yang menjadi pusat pergerakan militer |
Sejatinya
kepentingan AS terhadap LCS bukanlah sekedar membendung laju militer
Cina yang mengancam hegemoninya. Tetapi karena keinginan yang kuat
untuk menjaga potensi sumber daya fosil yang terkandung didalam LCS
tetap dalam kontrol dan kondisi status quo. Situasi ini dalam jangka
panjang merupakan peluang bagi AS untuk bisa mengeksplorasi dan
mengekspolitasi sesuai pengaruh kekuatan politiknya, setidaknya oleh
perusahaan minyaknya. Tidak dapat dibantah masa depan sumber daya
energi fosil akan menjadi pusat perebutan kekuasaan negara-negara besar.
Indonesia
sebagai pemilik teritori terbesar di kawasan Asia Tenggara dan
berkepentingan di LCS tentu tidak ingin kawasan LCS menjadi pusat
konflik. Indonesia bersahabat baik dengan AS juga dengan Cina. Posisi
ini mestinya dipandang menjadi sebuah keunggulan posisi jika RI mampu
menjalankan diplomasi optimal untuk meyakinkan kedua seteru AS dan Cina
untuk bersepaham tidak menggunakan kacamata militer dalam menyelesaikan
klaim teritori LCS. AS tak punya klaim teritori di LCS, hanya saja ada
negara-negara ASEAN yang butuh pertolongan negara adidaya itu misalnya
Filipina. Dan inilah pintu masuk menjaga status quo itu.
Kemampuan
diplomasi RI di era Ali Alatas sebagai Menlu, yang mampu mendamaikan
pertikaian perang saudara di Kamboja, awalnya dianggap sebuah kerja
sia-sia oleh banyak pengamat dan negara Barat. Namun dengan beberapa
tahapan informal meeting, situasi keras yang ditampilkan kedua seteru di
Kamboja bisa mencair dan bahkan berdamai abadi sebagaimana yang dapat
kita saksikan sekarang. Ini adalah sebuah prestasi yang membanggakan
dan diakui dunia manakala RI berhasil menjalankan misi diplomatik
mendamaikan pertikaian di Kamboja. Begitu hormatnya Kamboja kepada RI
salah satunya dengan mengirimkan pasukan khususnya untuk dilatih dan
dididik oleh Kopassus. Padahal mestinya dia berkiblat ke Cina untuk
urusan militernya.
Mencermati
dinamika LCS, yang terjadi sekarang adalah saling berebut pengaruh
untuk membawa RI masuk ke dalam blok AC ( Amerika atau Cina). Misalnya
tiba-tiba saja ada rencana latihan militer bersama angkatan laut
segitiga RI-AS-Australia di pantai barat Sumatera tahun depan.
Sementara Singapura langsung oke saja ketika 4 kapal perang AS
ditempatkan disana secara permanen. Filipina berteriak lantang minta
bantuan militer kepada induk semangnya AS karena Paman Panda mulai pamer
kekuatan di posisi klaim tumpang tindih itu. Persoalannya adalah
bagaimana cara membujuk Cina yang kaku itu atau mungkinkah arogansi
sosok Paman Sam bisa diajak untuk mendinginkan suhu lalu duduk sama
rendah berdiri sama tinggi di ruang dialog.
Jalan
dialog adalah harapan paling asa yang disandangkan jika tidak ingin
halaman depan rumah kita di LCS menjadi ajang adu kuat berbaju militer.
Langkah ini diyakini pada awalnya akan sangat sulit, berliku dan hampir
mustahil membuahkan hasil. Tetapi dengan keyakinan kuat sebagai negara
yang bersahabat baik dengan AS dan Cina langkah-langkah panjang dan
melelahkan tadi diniscayakan akan membawa hasil. Peran Indonesia sangat
menentukan karena posisi gaulnya yang lebih dinamis dan merdeka. Untuk
urusan diplomasi ini memang diperlukan figur setara Ali Alatas yang
mampu melewati berbagai rintangan dan selalu memberikan inspirasi bagi
pola diplomasi RI.
Disamping
upaya diplomasi tentu perkuatan militer kita tidak boleh diabaikan.
Itu sebabnya program Minimum Essential Force (MEF) tahap I harus
disambung dengan MEF tahap II meski terjadi pergantian pucuk pimpinan
negara tahun 2014. Kita tidak boleh lagi setengah hati membangun
kekuatan militer karena ini akan menjadi kekuatan pendamping upaya
diplomasi. Kesinambungan perkuatan militer merupakan satu kebutuhan
karena di sekeliling kita perkuatan yang sama juga dilakukan.
Pergerakan
militer di LCS merupakan upaya unjuk kekuatan. Upaya ini akan terus
menjadi gerakan berbalas pantun. Cina kerahkan armada pasti akan
dibalas oleh Vietnam, Malaysia dan Filipina. Demikian juga dengan AS
tentu tak mau kehilangan kuku militernya dengan menggerakkan kapal
induknya. Kondisi ini akan terus menerus terjadi dan bukan tidak
mungkin akan terjadi insiden yang menyulut pertempuran laut.
Inisiatif yang diambil Indonesia untuk melakukan jalan dialog dengan
tahapan awal berupa dialog informal merupakan langkah tepat. Upaya ini
tentu tidak langsung membuahkan hasil. Masih diperlukan langkah
bertahun-tahun dan melelahkan untuk menemukan solusi paling tepat bagi
semua negara yang bersengketa. Kekakuan Cina dan arogansi AS bisa saja
luruh dan mencair manakala upaya tanpa mengenal lelah itu telah menembus
matahati mereka.
Sumber : Analisis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
KOMEN POSITIF "OK"